Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta
didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang
secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui
berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku
(SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan
perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau
manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut
merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu
dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan
konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan
lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan,
membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran
dalam konteks adegan mengajar yang
layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan
ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing
dimantapkan menjadi ’Konselor.”
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah
satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan
secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang
lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk
konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan
spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan
bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada
ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas,
namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik
agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial, dan moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007)
menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat
dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah,
besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan
mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek
ketenagaan maupun manajemen.
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu
peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan
keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak
hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik.
Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’
saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik.
Tujuan layanan bimbingan
ialah agar siswa dapat :
- Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang.
- Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik secara optimal.
- Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.
- Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
- Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.
- Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
- Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut
- Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
- Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
- Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
- Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Fungsi Bimbingan dan Konseling
1.
Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma
agama). Berdasarkan pemahaman
ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.
Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami
oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor
memberikan bimbingan kepada siswa tentang
cara menghindarkan
diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa
dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya :
bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3.
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi
atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu
siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah layanan
informasi, tutorial, diskusi
kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4.
Fungsi Perbaikan (Penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat
dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik
yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5.
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat,
bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian
lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu
bekerja sama
dengan pendidik lainnya di dalam
maupun di luar lembaga pendidikan.
6.
Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf,
konselor, dan
guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai siswa, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan siswa secara tepat, baik
dalam memilih dan menyusun materi
Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses
pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan siswa.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan
konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap
data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan,
yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh
orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang
diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan
keterbukaan peserta didik (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada
terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta
didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka,
guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu
mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan
dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan bimbingan
dan konseling diharapkan menjadi siswa-siswa yang mandiri dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya
mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya
bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran
layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli)
dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau
kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang
ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan
dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing
maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja
sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang
berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai
dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli
dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus
terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan dan
konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan
bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta
didik (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih
ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan
kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
sekolah SD, SMP, dan SMA di harapkan juga memiliki pembekalan di sekolah mengenai permasalahn yang di alami remaja, sebab masa itu, masa yang menakutkan untk hidup jika tdk ada koping yang baik. jika di sekolah sudah diberlakukan diharapkan remaja bisa menjadi lebih baik dan berprestasi
BalasHapus