Islam adalah agama yang syumul
(universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu
masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada
satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut
nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi
sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak.
Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon calon pendamping hidup,
hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati.
Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan
sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan
tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh
dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah kami akan
membahas perkawinan menurut hukum islam.
Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur.
Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang
menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan
oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan
oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud
pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah
s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan
perkahwinan dan mengharamkan zina.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan
selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya
menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga
menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga.
Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat
manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan
bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting
dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang
kokoh dan suci.
Perkawinan adalah Fitrah Kemanusiaan
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah
Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas
fithrahnya. Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam
menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah
(naluri kemanusiaan).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri
manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang
Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas
bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari
agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang
separuhnya lagi” .
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami
membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena
aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di
hari kiamat.”
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan
beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan
peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa
sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan
menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu
didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya
bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh
demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara
kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku
juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” .
Kedudukan Perkawinan dalam Islam
• Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias
menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia
seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas
berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
• Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
• Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
• Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan
lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin
dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan
menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan),
bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang
sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi,
homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh
Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya
ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji,
yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur.
Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq
(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan
dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan
batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah
lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang
pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di
samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi
istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk
sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan
bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu
birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula
kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka
akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan
suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh
anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas,
yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya
keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan
Islam yang benar.
Hikmah Perkahwinan
• cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan
berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman
para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan
seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang
terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang
lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang
sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas
kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima
nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti
Munif sebagai isteriku".
c. Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita
yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan
milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik
ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan
orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya,
lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya,
kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf
tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri,
al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam
pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari
saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak
memiliki hak wali.”
Syarat wali
• Islam, bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa
kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya
atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu
mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi
wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan
berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut
jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh
pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik
menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan
dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang
kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang
hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan
orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri
undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar